Minggu, 10 Mei 2015

KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA KIMIAWI




KONSERVASI TANAH DAN AIR

METODA KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA KIMIAWI


DI SUSUN OLEH:
RIZAL PILTRANS SILABAN
NPM : 11710001






PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2013




 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar belakang
Kerusakan tanah di Indonesia diperkirakan sudah cukup parah, karena penggunaan tanah khususnya dibidang pertanian hanya memperhatikan hasil dari tanaman yang dibudidayakan tampa ada pembenahan terhadap tanah yang dipakainnya. Banyaknya lahan pertanian yang sering dimanfaatkan oleh sebagian penduduk khususnya masyarakat Indonesia tidak menutup kemungkinan rusaknya tanah sebagai media pertanian apabila kurang terawat. Ditambah lagi karena terkontaminasi bahan-bahan kimia dan bencana alam contohnya banjir. Penggunaan dan pemanfaatan lahan/tanah ini juga harus diimabngi dengan perbaikan dan pencegahan sekaligus juga melindungi supaya tidak terjadi erosi tanah. 
Tampa adanya pembenahan ditambah dengan penggunaan bahan-bahan kimia yang terus menerus menyebabkan kerusakan pada tanah dan air. Kerusakan yang dialami oleh tanah dan air karena faktor-faktor yang merugikan, merupakan satu kesatuan oleh karena itu setiap perlakuan yang diberikaan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan pada tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan air adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau sangat berhubungan erat.
               Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Namun, Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Sementara  Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
            Metoda  yang dapat dilakukan pada konservasi tanah dan air adalah konservasi tanah dan air secara vegetatif (biologi) yang dilakukan dengan penggunaan tumbuhan dan lain-lain, konservasi tanah dan air secara mekanis (fisik) yaitu penggunaan suatu tindakan menggunakan alat untuk mencegah erosi, dan konservasi tanah dan air secara kimiawi (kimia) yaitu penggunaan bahan-bahan kimia untuk mencegah atau menanggulangi terjadinya erosi. Pada makalah ini akan dibahas tentang konservasi tanah dan air secara kimiawinya saja sesuai dengan judul pada makalah (tugas) ini.
            Teknik konservasi tanah dan air secara kimia adalah setiap penggunaan bahan-bahan kimia baik organik maupun anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan air serta untuk menekan laju erosi pada tanah. Bahan-bahan kimia yang diaplikasikan ke tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas agregat tanah sehingga tanah tahan terhadap erosi. Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
            Salah satu metoda dalam konservasi tanah dan air adalah metoda secara kimiawi. Metoda secara kimiawi diharapkan dapat melakukan 3 hal untuk mencegah terjadinya erosi pada tanah terutama di tanah-tanah Indonesia yang rentan terhadap erosi. 3 hal tersebut yaitu; (1) sebagai perlindungan tanah dari butir-butir air hujan dengan cara meningkatkan jumlah porisitas tanah dengan bahan organik sehingga daya pegang tanah terhadap air sangat kuat. (2) mengurangi jumlah aliran erosi melalui peningkatan infiltrasi kandungan bahan organik dan unsur hara Ca (kapur). (3) membuat KTK tanah baik sehingga kecepatan aliran permukaan atau kecepatan erosinya dapat dikurangi.
1.2.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi (kimia) adalah:
a.         Apa itu metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi?
b.        Apa bahan-bahan pemantapan atau pembenah tanah (soil conditioner)?
c.         Bagaimanakah cara penggunaan Emulsi Bitumen sebagai bahan pemantap atau pembenah tanah?
d.        Apa pengaruh dari penggunaan Emulsi Bitumen pada tanah?
1.3.       Tujuan
Adapun tujuan dari makalah yang berjudul metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi ini adalah untuk:
a.       Mengetahui apa itu konservasi tanah dan air serta mengapa hal itu perlu diketahui oleh manusia khususnya petani.
b.      Mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam konservasi tanah dan air secara kimiawi.
c.       Mengetahui cara penggunaan Emulsi Bitumen pada tanah sebagai pembenah dan pemantap tanah.
d.      Mengetahui apa pengaruh yang ditimbulkan dari Emulsi Bitumen sebagai bahan kimia pada konservasi tanah dan air.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
          Menurut Arsyad Sitanala (1989), konservasi tanah adalah penempatan pada setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (erosi). Sedangkan konservasi air menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air selama maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efesien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan air selalu berjalan beriringan dimana pada saat hendak melakukan tindakan konservasi tanah juga akan dilakukan tindakan konservasi air, konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefesien mungkin, dan pengaturan waktu sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada musim kemarau. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan pada tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu maka konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat. Berbagai tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air baik itu tindakan dengan metode vegetatif, mekanik, dan kimiawinya pada tanah.
            Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kertasaputra dan Sutedjo, 1998). Bahan kimia yang digunakan sebagai soil konditioner mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permiabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1999).
            Menurut M. De Boodt, dalam “Use on Soil Conditioners Around the World” (1975), pemantap tanah dengan bahan pemantap ialah pembentukan struktur tanah dengan pori-pori atau ruang udara di dalam tanah di antara agregat-agregatnya yang sekaligus mencapai kestabilan, dimana penggunaan bahan pemantap tersebut dapat berupa bahan alami atau buatan tetapi terbatas pada jumlahnya yang sedikit. Ternyata pemakaian bahan-bahan pemantap tersebut hanya terbatas untuk keadaan-keadaan yang sangat perlu atau sangat mendesak demi pemantapan tanah-tanah tertentu, ini dikarenakan harganya yang mahal. Tetapi hasil dari penggunaanya sangat positif untuk meperbaiki kemantapan atau kestabilan struktur tanah.
            Konservasi tanah dan air secara kimiawi adalah pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisiten terhadap erosi (Kartasaputra dkk, 1987).
            Teknik konservasi tanah dan air di Indonesia diarahkan pada 3 prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir-butiran hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terbanyak (Agus et al, 1999). Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah dan air secara kimiawi. Disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah dan air adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (Tolerable Soil Loss). Ketiga teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif, mekanis, dan kimiawi pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi. Namun efektifitas, persyaratan, dan kelayakan untuk ditetapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang tepat sangat diperlukan apakah dengan vegetatif (tumbuhan/biologi), mekanis (biologinya), maupun secara kimiawinya (menggunakan bahan-bahan kimia).
















BAB III
PEMBAHASAN
3.1.   Defenisi Konservasi Tanah dan Air Secara Kimiawi
Teknik atau metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi adalah penggunaan setiap bahan-bahan kimia baik organik maupun anorganik (soil conditioner) atau penggunaan bahan-bahan pemantap tanah yang bertujuan memperbaiki sifat dan struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (menekan laju erosi pada tanah).
Pemantap  tanah dengan bahan pemantap ialah pembentukan struktur tanah dengan pori-pori atau ruang udara di dalam tanah di antara agregat-agregatnya yang sekaligus mencapai kestabilan, dimana penggunaan bahan pemantap tersebut dapat berupa bahan alami atau buatan tetapi terbatas pada jumlahnya yang sedikit. Ternyata pemakaian bahan-bahan pemantap tersebut hanya terbatas untuk keadaan-keadaan yang sangat perlu atau sangat mendesak demi pemantapan tanah-tanah tertentu, ini dikarenakan harganya yang mahal. Tetapi hasil dari penggunaanya sangat positif untuk meperbaiki kemantapan atau kestabilan struktur tanah.
Penggunaan bahan-bahan pemnatap tanah bagi lahan-lahan pertanian yang baru dibuka sesungguhnya “sangat diperlukan” mengingat:
a)      Lahan-lahan bukaan baru kebanyakan masih merupakan tanah-tanah perawan (virgin) yang memerlukan banyak perlakuaan agar dapat didayagunakan dengan baik (efektif).
b)      Pada waktu penyiapan lahan tersebut telah banyak unsur-unsur hara yang tersangkut.
c)      Pengerjaan lahan tersebut menjadi lahan yang siap untuk kepentingan pertanian, telah menyebabkan banyak terangkut atau rusaknya lapisan top soil, mengingat pekerjaannya menggunakan peralatan-peralatan besar seperti peralatan dalam bentuk traktor-traktor dan alat berat lainnya.
d)     Pada waktu penyiapan lahan tersebut telah banyak unsur-unsur hara yang terangkat, sehingga diperlukan pasokan unsur hara tumbuhan.
e)      Pengerjaan lahan tersebut menjadi lahan yang siap karena penambahan bahan kimia, sehingga tanah menjadi lebih subur.
 Jadi struktur tanah itu haruslah distabilkan dahulu dan penstabilannya harus menggunakan bahan-bahan pemantap tanah (soil conditioner) dengan dikombinasikan dengan tanaman-tanaman yang dapat menunjang kesuburan tanah.
3.2.  Bahan-Bahan Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil Conditioner)
Dalam melakukan metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi adalah menggunakan bahan-bahan kimia untuk pembenah dan pemantap tanah ((soil conditioner) sehingga terjadi stabilitas pada agregat tanah. Bahan-bahan kimia tersebut adalah:
a)      MSC, campuran dimethyldicholorosilane dan methyltricholorosilane. Berupa cairan yang mudah menguap, gas yang terbentuk bercampur dengan air tanah. Senyawa yang terbentuk membuat agregat tanah stabil.
b)      Krilium, merupakan garam natrium dari polyacrylonitrile yang sering digunakan pada konservasi tanah dan air.
c)      Emulsi Bitumen, merupakan bahan pemantap tanah , berbentuk cairan. Bahan Emulsi Bitumen ini terdiri dari bahan-bahan kimia lainnya, seperti:
o   Polimer tidak terionisasi: Polyvinyl alcohol (PVA)
o   Polyanion:
-          Polyvinyl acetate (Pva),
-          Polyacrylonitrile setengah terhidrolisa (HpPAN),
-          Poly acrylic acid (PAA),
-          Vinyl acetate malcid accid copolymer (VAMA).
o     Polication: Dhimethylaminoethylmetacrylate (DAEMA)
o    Dipole Polimer (gugus + dan -): Polyacrylamide (FAM). Contoh penggunaan PAM bersifat non-hidrofobik, memiliki bagian aktif amide yang mengikat –OH pada butir liat melalui ikatan hidrogen.
    HFlowchart: Delay: LIAT
(MISEL)
      O
                                                                          OH ---N       C        R            Polimer
                                                                    H
Cara aplikasi:
PAM dicampur air dengan perbandingan volume tertentu. Dicampurkan ke tanah dengan menyemprotkan emulsi tersebut ke permukaan tanah kemudian diaduk dengan cangkul/garu. Pengaruh terhadap perbaikan struktur tanah dipengaruhi :
-       BM polimer, optimum PAM 106
-       Kandungan air tanah, optimum pada titik lengkung terbesar pada     kurva pF.
-       Konsentrasi emulsi, tanah berkadar liat tinggi lebih sedikit daripada tanah berpasir.
3.3.     Cara Penggunaan Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil Conditioner) pada Emulsi Bitumen
Emulsi Bitumen (Soil Conditioner) merupakan bahan pemantap tanah, berbentuk cairan, beberapa bahan pemantap lainnya yang berupa cairan ialah Polyurethane, Polyacrylamide, Polyacrylacid dan lain-lain, sedangkan yang berbentuk serbuk misalnya Polysachharide, Polyvinylalcohol dan lain-lain.
Beberapa cara penggunaan bahan pemantap tanah (Soil conditioner) dapat dilakukan sebagai berikut:
a)      Pemakaian dipermukaan tanah (surface aplikation), dimana larutan atau emulsi zat kimia pembenah tanah yang digunakan pada pengenceran yang dikehendaki disemprotkan langsung ke atas permukaan tanah dengan alat sprayer yang biasa digunakan untuk membrantas hama. Cara ini dapat dilakukan untuk penelitian dilaboratorium dan lapangan.
b)      Pemakaian secara dicampur (incorporation treatment), dimana larutan atau emulsi zat kimia pemantap tanah dengan pengeceran yang dikehendaki disemprotkan kedalam tanah, kemudian tanah tersebut dicampur dengan bahan kimia tadi sampai merata, biasanya sampai kedalaman 0 – 25 cm. Cara ini biasanya dilakukan dalam penelitian dilaboratorium dalam jumlah yang kecil dan juga untuk pemakaian dilapangan, dalam areal yang luas biasanya menggunakan mesin penyemprot khusus seperti traktor.
c)      Pemakaian setempat/lubang (Local/pit treatment), dimana penggunaan bahan kimia ini disemprotkan secara setempat-setempat pada tanah atau terbatas pada lubang-lubang tanaman saja (umpamanya lubang: 60 x 60 x 60 cm). Cara ini biasanya dilakukan dilapangan saja pada areal yang akan ditanami tanaman tahunan dalam rangka usaha penghijauan.
3.4.      Pengaruh dari Penggunaan Emulsi Bitumen sebagai Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil Conditioner)
Penggunaan bahan pemantap tanah (soil conditioner) harus disertai dengan penanaman tanaman-tanaman penutup tanah yang sebaiknya mengandung pupuk hijau, bukankah bahan pemantap itu telah dapat memperbaiki kestabilan tanah?
Untuk membantu memecahkan persoalan tersebut, perlu diperhatikan tabel “besarnya tanah yang tererosi dalam ton per hektar sebagai pengaruh beberapa perlakuan atas tanah latosol di Citaman”. (dari buku konservasi tanah dan air halaman 161 “G. Kartasopoetra dkk”).
No
Perlakuan-perlakuan
Besar Erosi (ton/hektar)
1
Tampa perlakuan
56,62
2
Ditanami tanaman Citronella
51,00
3
Ditanam jagung dan ubi rambat
36,50
4
Ditanami kacang tanah (Arachis) dan ubi kayu (Cassava)
35,80
5
Ditanami padi ladang dan diberakkan
35,04
6
Ditanam Citronella dan strip-strip Clotaralia dan “Emulsi Bitumen”
20,11
7
Ditanami Citronella dan strip Clotaria
17,98
8
Sistem teras bangku ditanami jagung, ubi kayu ditambah pemantap bitumen
7,45
9
Sistem teras bangku ditanami jagung, dan ubi kayu
6,11
Sumber : Lembaga Penelitian Tanah, 1977.
Sesuai dengan data diatas dapat dijelaskan besar erosi dari pengaruh bahan pemantap atau pembenah tanah (Soil Conditioner) yaitu Emulsi Bitument dengan tanaman penutup tanah pada tanaman Citronella, sebagai berikut:
a)      Tanah tampa perlakuan, besarnya tanah yang tererosi 56,62 ton/hektar, vide no. 1 pada tabel.
b)      Tanah yang ditanami dengan tanaman Citronella, besarnya tanah yang tererosi 51,00 ton/hektar; vide no. 2 pada tabel.
c)      Tanah ditanami Citronella dan strip-strip Clotalaria, ditambah bahan pemantap tanah yaitu Emulsi Bitumen, dimana besarnya tanah yang tererosi 20,11 ton/hektar, vide no. 6 pada tabel.
Pada data-data di atas jelas terdapat perbedaan yang sangat signifikan tentang besarnya tanah yang tererosi. Yang sangat menarik adalah data-data pada ad. (b) dan (c) di atas, karena tampak jelas apabila suatu tanah hanya menggunakan tanaman penutup tanah saja besarnya erosi yang terjadi cukup besar 51,00 ton per/hektar dan hanya beda sedikit dengan tanah tampa perlakuan yaitu 56,62 ton/hektar (hanya beda 5,62 ton saja). Sangat berbeda dengan tanah yang menggunakan tanaman penutup tanah dan pemantap atau pembenah tanah  (Soil Conditioner) yaitu Emulsi Bitumen, besarnya erosi yang terjadi itu sangat jelas tampak penurunannya setelah menggunakan tanaman Citronella dan Emulsi Bitumen yaitu 20,11 ton/hektar. Ada perbedaan yaitu mencapai 36,51 ton/hektar dari tanah tampa perlakuan. Hal ini bisa terjadi karena dengan perlakuaan Emulsi Bitumen bisa menstabikan tanah sehingga tanah tetap ditempat tidak terbawa oleh hanyutan air meskipun dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, yang kemudian fungsi menstabilkan ini dilanjutkan oleh tanaman (vegetatif).
Dari data di atas maka jelas bahwa bahan pemantap Emulsi Bitumen mempunyai peranan yang positif dalam mencegah kehilangan tanah akan tetapi pengaruhnya akan berlangsung lebih pendek dibanding dengan perlakuaan Clotalaria ataupun Leguminosa.
























BAB IV
PENUTUP
4.1.      Kesimpulan
            Konservasi tanah dan air secara kimiawi adalah salah satu dari tiga metode konservasi tanah dan air yang umum diketahui. Pada konservasi tanah dan air secara kimiawi menggunakan pemantap atau pembenah tanah yang berasal dari bahan kimia seperti Emulsi Bitumen yang mengandung banyak senyawa-senyawa kimia. Emulsi Bitumen ini tujuannya untuk memperbaiki sifat dan struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (menekan laju erosi pada tanah). Namun dalam teknik pengendalian erosi secara kimiawi juga haru diiringi dengan teknik vegetatifnya seperti penggunaan tanaman penutup tanah seperti tanaman Citronella. Sesuai dengan data pada tabel di pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan ditambahnya bahan kimia Emulsi Butimen pada tanah pada saat penggunaan tanaman penutup tanah akan mengurangi besarnya tanah yang tererosi, meskipun dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, yang kemudian fungsi menstabilkan ini dilanjutkan oleh tanaman (vegetatif).
4.2.      Saran
            Dalam konservasi tanah dan air secara kimiawi memiliki peran yang sangat positif untuk menekan laju erosi tanah dengan menggunakan bahan kimia seperti Emulsi Bitumen. Hal ini bisa terjadi karena bahan kimia tersebut dapat  membentukan struktur tanah dengan pori-pori atau ruang udara di dalam tanah di antara agregat-agregatnya yang sekaligus mencapai kestabilan. Namun penggunaan bahan Emulsi Bitumen ini memiliki kelemahan yaitu pengurangan besarnya tanah yang tererosi itu terjadi dalam waktu jangka pendek. Sehingga disarankan kepada siapapun yang ingin mengendalikan erosi tanah disuatu lahan menggunakan bahan pembenah tanah yaitu Emulsi Bitumen sebaiknya dilakukan secara bertahap dan terus menerus supaya laju erosi  dapat ditekan.



           

           


DAFTAR PUSTAKA
De Boodt, M. 1975. Use On Soil Conditioners Around the World, Publikasi khusus SSSA No. 71, PP 1-12.
Departemen Pertanian RI. 2006. Pengaruh Penggunaan Tanah Tegalan dengan Berbagai Macam Tanaman Setahun Terhadap Erosi dan Run OFF. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.
Kartasapoetra, G, dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Melton Putra. Jakarta.
Saifuddin Sarief. 1980. Beberapa Masalah Pengawetan Tanah dan Air. Faperta-UNPAD. Bandung.
Sitanala, Arsyad. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanha. IPB Bogor.
Kartasapoetra, G, dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Melton Putra. Jakarta.
          

Rizal Piltrans Silaban
             



1 komentar: