KONSERVASI TANAH DAN AIR
METODA KONSERVASI TANAH DAN AIR
SECARA KIMIAWI
DI SUSUN OLEH:
RIZAL PILTRANS SILABAN
NPM : 11710001
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Kerusakan tanah
di Indonesia diperkirakan sudah cukup parah, karena penggunaan tanah khususnya
dibidang pertanian hanya memperhatikan hasil dari tanaman yang dibudidayakan
tampa ada pembenahan terhadap tanah yang dipakainnya. Banyaknya lahan pertanian
yang sering dimanfaatkan oleh sebagian penduduk khususnya masyarakat Indonesia
tidak menutup kemungkinan rusaknya tanah sebagai media pertanian apabila kurang
terawat. Ditambah lagi karena terkontaminasi bahan-bahan kimia dan bencana alam
contohnya banjir. Penggunaan dan pemanfaatan lahan/tanah ini juga harus
diimabngi dengan perbaikan dan pencegahan sekaligus juga melindungi supaya
tidak terjadi erosi tanah.
Tampa adanya
pembenahan ditambah dengan penggunaan bahan-bahan kimia yang terus menerus
menyebabkan kerusakan pada tanah dan air. Kerusakan yang dialami oleh tanah dan
air karena faktor-faktor yang merugikan, merupakan satu kesatuan oleh karena
itu setiap perlakuan yang diberikaan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata
air pada tempat itu dan pada tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu konservasi
tanah dan air adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau sangat
berhubungan erat.
Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah
pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan tanah. Namun, Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai
upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh
erosi. Sementara Konservasi air pada
prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian
seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang
merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Metoda yang dapat dilakukan pada konservasi tanah
dan air adalah konservasi tanah dan air secara vegetatif (biologi) yang
dilakukan dengan penggunaan tumbuhan dan lain-lain, konservasi tanah dan air
secara mekanis (fisik) yaitu penggunaan suatu tindakan menggunakan alat untuk
mencegah erosi, dan konservasi tanah dan air secara kimiawi (kimia) yaitu
penggunaan bahan-bahan kimia untuk mencegah atau menanggulangi terjadinya
erosi. Pada makalah ini akan dibahas tentang konservasi tanah dan air secara
kimiawinya saja sesuai dengan judul pada makalah (tugas) ini.
Teknik konservasi tanah dan air
secara kimia adalah setiap penggunaan bahan-bahan kimia baik organik maupun
anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan air serta untuk menekan
laju erosi pada tanah. Bahan-bahan kimia yang diaplikasikan ke tanah dengan
tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas agregat
tanah sehingga tanah tahan terhadap erosi. Kemantapan struktur tanah merupakan
salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Salah satu metoda dalam konservasi
tanah dan air adalah metoda secara kimiawi. Metoda secara kimiawi diharapkan
dapat melakukan 3 hal untuk mencegah terjadinya erosi pada tanah terutama di tanah-tanah
Indonesia yang rentan terhadap erosi. 3 hal tersebut yaitu; (1) sebagai
perlindungan tanah dari butir-butir air hujan dengan cara meningkatkan jumlah
porisitas tanah dengan bahan organik sehingga daya pegang tanah terhadap air
sangat kuat. (2) mengurangi jumlah aliran erosi melalui peningkatan infiltrasi
kandungan bahan organik dan unsur hara Ca (kapur). (3) membuat KTK tanah baik
sehingga kecepatan aliran permukaan atau kecepatan erosinya dapat dikurangi.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil
dari makalah metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi (kimia) adalah:
a.
Apa itu metoda konservasi tanah dan air secara
kimiawi?
b.
Apa bahan-bahan pemantapan atau pembenah tanah (soil conditioner)?
c.
Bagaimanakah cara penggunaan Emulsi Bitumen sebagai
bahan pemantap atau pembenah tanah?
d.
Apa pengaruh dari penggunaan Emulsi Bitumen pada
tanah?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah yang
berjudul metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi ini adalah untuk:
a.
Mengetahui apa itu konservasi tanah dan air serta
mengapa hal itu perlu diketahui oleh manusia khususnya petani.
b.
Mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam konservasi
tanah dan air secara kimiawi.
c.
Mengetahui cara penggunaan Emulsi Bitumen pada tanah
sebagai pembenah dan pemantap tanah.
d.
Mengetahui apa pengaruh yang ditimbulkan dari Emulsi
Bitumen sebagai bahan kimia pada konservasi tanah dan air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Arsyad Sitanala (1989),
konservasi tanah adalah penempatan pada setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya
sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah
(erosi). Sedangkan konservasi air menurut Deptan (2006) adalah upaya
penyimpanan air selama maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara
efesien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan air selalu berjalan beriringan
dimana pada saat hendak melakukan tindakan konservasi tanah juga akan dilakukan
tindakan konservasi air, konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air
yang jatuh ke tanah seefesien mungkin, dan pengaturan waktu sehingga tidak
terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada musim kemarau. Setiap
perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada
tempat itu dan pada tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu maka konservasi
tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat. Berbagai tindakan
konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air baik itu tindakan
dengan metode vegetatif, mekanik, dan kimiawinya pada tanah.
Kemantapan struktur tanah merupakan
salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi,
yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner
atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga
tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kertasaputra dan Sutedjo, 1998).
Bahan kimia yang digunakan sebagai soil konditioner mempunyai pengaruh yang
sangat besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka
panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permiabilitas
tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki
pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1999).
Menurut M. De Boodt, dalam “Use on
Soil Conditioners Around the World” (1975), pemantap tanah dengan bahan
pemantap ialah pembentukan struktur tanah dengan pori-pori atau ruang udara di
dalam tanah di antara agregat-agregatnya yang sekaligus mencapai kestabilan,
dimana penggunaan bahan pemantap tersebut dapat berupa bahan alami atau buatan
tetapi terbatas pada jumlahnya yang sedikit. Ternyata pemakaian bahan-bahan
pemantap tersebut hanya terbatas untuk keadaan-keadaan yang sangat perlu atau
sangat mendesak demi pemantapan tanah-tanah tertentu, ini dikarenakan harganya
yang mahal. Tetapi hasil dari penggunaanya sangat positif untuk meperbaiki
kemantapan atau kestabilan struktur tanah.
Konservasi tanah dan air secara
kimiawi adalah pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah
dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisiten
terhadap erosi (Kartasaputra dkk, 1987).
Teknik konservasi tanah dan air di
Indonesia diarahkan pada 3 prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah
terhadap pukulan butir-butiran hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah
seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air,
dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan
hara terbanyak (Agus et al, 1999). Manusia mempunyai keterbatasan dalam
mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan
dalam tindakan konservasi tanah dan air secara kimiawi. Disertakan dalam
merancang teknik konservasi tanah dan air adalah nilai batas erosi yang masih
dapat diabaikan (Tolerable Soil Loss).
Ketiga teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif, mekanis, dan kimiawi
pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi. Namun
efektifitas, persyaratan, dan kelayakan untuk ditetapkan sangat berbeda. Oleh
karena itu pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang tepat sangat
diperlukan apakah dengan vegetatif (tumbuhan/biologi), mekanis (biologinya),
maupun secara kimiawinya (menggunakan bahan-bahan kimia).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Defenisi
Konservasi Tanah dan Air Secara Kimiawi
Teknik atau
metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi adalah penggunaan setiap
bahan-bahan kimia baik organik maupun anorganik (soil conditioner) atau penggunaan bahan-bahan pemantap tanah yang
bertujuan memperbaiki sifat dan struktur tanah sehingga tanah akan tetap
resisten terhadap erosi (menekan laju erosi pada tanah).
Pemantap tanah dengan bahan pemantap ialah pembentukan
struktur tanah dengan pori-pori atau ruang udara di dalam tanah di antara
agregat-agregatnya yang sekaligus mencapai kestabilan, dimana penggunaan bahan
pemantap tersebut dapat berupa bahan alami atau buatan tetapi terbatas pada
jumlahnya yang sedikit. Ternyata pemakaian bahan-bahan pemantap tersebut hanya
terbatas untuk keadaan-keadaan yang sangat perlu atau sangat mendesak demi pemantapan
tanah-tanah tertentu, ini dikarenakan harganya yang mahal. Tetapi hasil dari
penggunaanya sangat positif untuk meperbaiki kemantapan atau kestabilan
struktur tanah.
Penggunaan
bahan-bahan pemnatap tanah bagi lahan-lahan pertanian yang baru dibuka
sesungguhnya “sangat diperlukan” mengingat:
a)
Lahan-lahan bukaan baru kebanyakan masih merupakan
tanah-tanah perawan (virgin) yang memerlukan banyak perlakuaan agar dapat
didayagunakan dengan baik (efektif).
b)
Pada waktu penyiapan lahan tersebut telah banyak
unsur-unsur hara yang tersangkut.
c)
Pengerjaan lahan tersebut menjadi lahan yang siap
untuk kepentingan pertanian, telah menyebabkan banyak terangkut atau rusaknya
lapisan top soil, mengingat pekerjaannya menggunakan peralatan-peralatan besar
seperti peralatan dalam bentuk traktor-traktor dan alat berat lainnya.
d)
Pada waktu penyiapan lahan tersebut telah banyak
unsur-unsur hara yang terangkat, sehingga diperlukan pasokan unsur hara
tumbuhan.
e)
Pengerjaan lahan tersebut menjadi lahan yang siap
karena penambahan bahan kimia, sehingga tanah menjadi lebih subur.
Jadi struktur tanah itu haruslah distabilkan
dahulu dan penstabilannya harus menggunakan bahan-bahan pemantap tanah (soil conditioner) dengan dikombinasikan
dengan tanaman-tanaman yang dapat menunjang kesuburan tanah.
3.2. Bahan-Bahan Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil Conditioner)
Dalam melakukan metoda konservasi
tanah dan air secara kimiawi adalah menggunakan bahan-bahan kimia untuk
pembenah dan pemantap tanah ((soil
conditioner) sehingga terjadi stabilitas pada agregat tanah. Bahan-bahan kimia tersebut adalah:
a)
MSC, campuran dimethyldicholorosilane
dan methyltricholorosilane. Berupa
cairan yang mudah menguap, gas yang terbentuk bercampur dengan air tanah.
Senyawa yang terbentuk membuat agregat tanah stabil.
b)
Krilium, merupakan garam natrium dari polyacrylonitrile yang sering digunakan
pada konservasi tanah dan air.
c)
Emulsi Bitumen, merupakan bahan pemantap tanah ,
berbentuk cairan. Bahan Emulsi Bitumen ini terdiri dari bahan-bahan kimia
lainnya, seperti:
o Polimer
tidak terionisasi: Polyvinyl alcohol (PVA)
o Polyanion:
-
Polyvinyl
acetate (Pva),
-
Polyacrylonitrile
setengah
terhidrolisa (HpPAN),
-
Poly acrylic
acid (PAA),
-
Vinyl
acetate malcid accid copolymer (VAMA).
o Polication: Dhimethylaminoethylmetacrylate (DAEMA)
o Dipole
Polimer (gugus + dan -): Polyacrylamide
(FAM). Contoh penggunaan PAM bersifat non-hidrofobik, memiliki bagian aktif
amide yang mengikat –OH pada butir liat melalui ikatan hidrogen.
H O
OH ---N C R Polimer
H
Cara
aplikasi:
PAM dicampur
air dengan perbandingan volume tertentu. Dicampurkan ke tanah dengan
menyemprotkan emulsi tersebut ke permukaan tanah kemudian diaduk dengan
cangkul/garu. Pengaruh terhadap perbaikan struktur tanah dipengaruhi :
- BM polimer,
optimum PAM 106
- Kandungan
air tanah, optimum pada titik lengkung terbesar pada kurva pF.
- Konsentrasi
emulsi, tanah berkadar liat tinggi lebih sedikit daripada tanah berpasir.
3.3.
Cara
Penggunaan Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil
Conditioner) pada Emulsi Bitumen
Emulsi Bitumen (Soil
Conditioner) merupakan bahan pemantap tanah, berbentuk cairan, beberapa
bahan pemantap lainnya yang berupa cairan ialah Polyurethane, Polyacrylamide, Polyacrylacid dan lain-lain,
sedangkan yang berbentuk serbuk misalnya Polysachharide,
Polyvinylalcohol dan lain-lain.
Beberapa cara penggunaan bahan pemantap tanah (Soil conditioner) dapat dilakukan
sebagai berikut:
a) Pemakaian
dipermukaan tanah (surface aplikation), dimana larutan atau emulsi zat kimia
pembenah tanah yang digunakan pada pengenceran yang dikehendaki disemprotkan
langsung ke atas permukaan tanah dengan alat sprayer yang biasa digunakan untuk
membrantas hama. Cara ini dapat dilakukan untuk penelitian dilaboratorium dan
lapangan.
b) Pemakaian
secara dicampur (incorporation treatment), dimana larutan atau emulsi zat kimia
pemantap tanah dengan pengeceran yang dikehendaki disemprotkan kedalam tanah,
kemudian tanah tersebut dicampur dengan bahan kimia tadi sampai merata,
biasanya sampai kedalaman 0 – 25 cm. Cara ini biasanya dilakukan dalam
penelitian dilaboratorium dalam jumlah yang kecil dan juga untuk pemakaian
dilapangan, dalam areal yang luas biasanya menggunakan mesin penyemprot khusus
seperti traktor.
c) Pemakaian
setempat/lubang (Local/pit treatment), dimana penggunaan bahan kimia ini
disemprotkan secara setempat-setempat pada tanah atau terbatas pada
lubang-lubang tanaman saja (umpamanya lubang: 60 x 60 x 60 cm). Cara ini
biasanya dilakukan dilapangan saja pada areal yang akan ditanami tanaman
tahunan dalam rangka usaha penghijauan.
3.4.
Pengaruh dari Penggunaan Emulsi Bitumen
sebagai Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil
Conditioner)
Penggunaan
bahan pemantap tanah (soil conditioner) harus
disertai dengan penanaman tanaman-tanaman penutup tanah yang sebaiknya
mengandung pupuk hijau, bukankah bahan pemantap itu telah dapat memperbaiki
kestabilan tanah?
Untuk
membantu memecahkan persoalan tersebut, perlu diperhatikan tabel “besarnya
tanah yang tererosi dalam ton per hektar sebagai pengaruh beberapa perlakuan
atas tanah latosol di Citaman”. (dari buku konservasi tanah dan air halaman 161
“G. Kartasopoetra dkk”).
No
|
Perlakuan-perlakuan
|
Besar
Erosi (ton/hektar)
|
1
|
Tampa perlakuan
|
56,62
|
2
|
Ditanami tanaman Citronella
|
51,00
|
3
|
Ditanam jagung dan ubi rambat
|
36,50
|
4
|
Ditanami kacang tanah (Arachis)
dan ubi kayu (Cassava)
|
35,80
|
5
|
Ditanami padi ladang dan
diberakkan
|
35,04
|
6
|
Ditanam Citronella dan strip-strip
Clotaralia dan “Emulsi Bitumen”
|
20,11
|
7
|
Ditanami Citronella dan strip
Clotaria
|
17,98
|
8
|
Sistem teras bangku ditanami
jagung, ubi kayu ditambah pemantap bitumen
|
7,45
|
9
|
Sistem teras bangku ditanami
jagung, dan ubi kayu
|
6,11
|
Sumber : Lembaga Penelitian Tanah, 1977.
Sesuai
dengan data diatas dapat dijelaskan besar erosi dari pengaruh bahan pemantap
atau pembenah tanah (Soil Conditioner) yaitu
Emulsi Bitument dengan tanaman penutup tanah pada tanaman Citronella, sebagai
berikut:
a)
Tanah tampa perlakuan, besarnya tanah yang tererosi
56,62 ton/hektar, vide no. 1 pada tabel.
b)
Tanah yang ditanami dengan tanaman Citronella,
besarnya tanah yang tererosi 51,00 ton/hektar; vide no. 2 pada tabel.
c)
Tanah ditanami Citronella dan strip-strip Clotalaria,
ditambah bahan pemantap tanah yaitu Emulsi Bitumen, dimana besarnya tanah yang
tererosi 20,11 ton/hektar, vide no. 6 pada tabel.
Pada
data-data di atas jelas terdapat perbedaan yang sangat signifikan tentang
besarnya tanah yang tererosi. Yang sangat menarik adalah data-data pada ad. (b)
dan (c) di atas, karena tampak jelas apabila suatu tanah hanya menggunakan
tanaman penutup tanah saja besarnya erosi yang terjadi cukup besar 51,00 ton
per/hektar dan hanya beda sedikit dengan tanah tampa perlakuan yaitu 56,62
ton/hektar (hanya beda 5,62 ton saja). Sangat berbeda dengan tanah yang
menggunakan tanaman penutup tanah dan pemantap atau pembenah tanah (Soil
Conditioner) yaitu Emulsi Bitumen, besarnya erosi yang terjadi itu sangat
jelas tampak penurunannya setelah menggunakan tanaman Citronella dan Emulsi
Bitumen yaitu 20,11 ton/hektar. Ada perbedaan yaitu mencapai 36,51 ton/hektar
dari tanah tampa perlakuan. Hal ini bisa terjadi karena dengan perlakuaan
Emulsi Bitumen bisa menstabikan tanah sehingga tanah tetap ditempat tidak
terbawa oleh hanyutan air meskipun dalam
jangka waktu yang tidak terlalu lama, yang kemudian fungsi menstabilkan ini
dilanjutkan oleh tanaman (vegetatif).
Dari data di
atas maka jelas bahwa bahan pemantap Emulsi Bitumen mempunyai peranan yang
positif dalam mencegah kehilangan tanah akan tetapi pengaruhnya akan
berlangsung lebih pendek dibanding dengan perlakuaan Clotalaria ataupun
Leguminosa.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Konservasi tanah dan air secara
kimiawi adalah salah satu dari tiga metode konservasi tanah dan air yang umum
diketahui. Pada konservasi tanah dan air secara kimiawi menggunakan pemantap
atau pembenah tanah yang berasal dari bahan kimia seperti Emulsi Bitumen yang
mengandung banyak senyawa-senyawa kimia. Emulsi Bitumen ini tujuannya untuk
memperbaiki sifat dan struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten
terhadap erosi (menekan laju erosi pada tanah). Namun dalam teknik pengendalian
erosi secara kimiawi juga haru diiringi dengan teknik vegetatifnya seperti
penggunaan tanaman penutup tanah seperti tanaman Citronella. Sesuai dengan data
pada tabel di pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan ditambahnya bahan kimia
Emulsi Butimen pada tanah pada saat penggunaan tanaman penutup tanah akan
mengurangi besarnya tanah yang tererosi, meskipun
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, yang kemudian fungsi
menstabilkan ini dilanjutkan oleh tanaman (vegetatif).
4.2. Saran
Dalam
konservasi tanah dan air secara kimiawi memiliki peran yang sangat positif
untuk menekan laju erosi tanah dengan menggunakan bahan kimia seperti Emulsi
Bitumen. Hal ini bisa terjadi karena bahan kimia tersebut dapat membentukan struktur tanah dengan pori-pori
atau ruang udara di dalam tanah di antara agregat-agregatnya yang sekaligus
mencapai kestabilan. Namun penggunaan bahan Emulsi Bitumen ini memiliki
kelemahan yaitu pengurangan besarnya tanah yang tererosi itu terjadi dalam
waktu jangka pendek. Sehingga disarankan kepada siapapun yang ingin
mengendalikan erosi tanah disuatu lahan menggunakan bahan pembenah tanah yaitu
Emulsi Bitumen sebaiknya dilakukan secara bertahap dan terus menerus supaya
laju erosi dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
De Boodt, M. 1975. Use
On Soil Conditioners Around the World, Publikasi khusus SSSA No. 71, PP
1-12.
Departemen Pertanian RI. 2006. Pengaruh Penggunaan Tanah Tegalan dengan Berbagai Macam Tanaman Setahun
Terhadap Erosi dan Run OFF. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.
Kartasapoetra, G, dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Melton Putra. Jakarta.
Saifuddin Sarief. 1980. Beberapa Masalah Pengawetan Tanah dan Air. Faperta-UNPAD. Bandung.
Sitanala, Arsyad. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanha. IPB Bogor.
Kartasapoetra, G, dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Melton Putra. Jakarta.
Rizal Piltrans Silaban
Thank's Datanya Senpai .. !
BalasHapus